Search This Blog

Thursday, January 26, 2017

MANAJEMEN SUMBER DAYA PENDUKUNG KEBERHASILAN KURIKULUM



MANAJEMEN SUMBER DAYA PENDUKUNG KEBERHASILAN KURIKULUM

by Nurul Wahdah

A.    Pendahuluan
Kurikulum memang bukan satu-satunya penentu  mutu pendidikan. Ia juga bukan perangkat tunggal penjabaran visi pendidikan. Fungsi kurikukulum dalam peningkatan mutu pendidikan dan penjabaran visi tergantung kecakapan guru, ketercakupan subtansi kurikulum dalam buku pelajaran,  evaluasi proses belajar,[1] sumber belajar,  dan media yang kesemuanya itu memerlukan kinerja kepala sekolah dan guru dalam memanajemen sekolah dan pembelajaran karena keberhasilan manajemen kurikulum di sekolah  tidak terlepas dari manajemen  sumber daya pendukungnya, diantaranya manajemen sekolah, manajemen pemanfaatan sumber belajar, manajemen penggunaan media pembelajaran,  penggunaan strategi dan model-model pembelajaran, pemantauan pelaksanaan pembelajaran dan manajemen peningkataan mutu pendidikan.
Manajemen merupakan suatu proses pengelolaan sumber daya yang ada mempunyai beberapa fungsi, yang diantara para ahli berbeda dalam pembagian dan sebutannya. Namun bagaimanapun pembagiannya atau apapun sebutannya tetapi unsur-unsur kegiatan tersebut tetap berkaitan satu sama lain. Pada dasarnya fungsi-fungsi tersebut mencakup: 1) Perencanaan; 2) Pengorganisasian;  3) Penggerakan; dan 4) Pengawasan, yang dilakukan untuk mencapai sasaran yang telah ditetapkan melalui pemanfaatan sumber daya manusia dan sumber daya lainnya.
Manajemen merupakan hal yang penting dalam semua bidang kehidupan. Dengan manajemen, kinerja organisasi dapat berjalan maksimal, demikian juga dalam lembaga pendidikan. Dengan manajemen yang baik, maka sebuah institusi pendidikan akan dapat berkembang secara optimal sebagaimana yang diharapkan. Manajemen pendidikan  menjadi  titik sentral dalam mewujudkan tujuan pembangunan sumber daya manusia.
B.       Rumusan Masalah
Dalam makalah ini akan membahas sumber-sumber daya pendukung keberhasilan pelaksanaan kurikulum dengan rumusan masalah sebagai berikut:
1.      Apa saja sumber daya pendukung keberhasilan pelaksanaan kurikulum?
2.      Bagaimana peran kepala sekolah dalam manajemen pelaksanaan kurikulum?
3.      Bagaimana pemanfaatan sumber belajar dalam pembelajaran?
4.      Bagaimana memanajemen penggunaan media pembelajaran?
5.      Bagaimana seharusnya kualitas kinerja guru dalam pelaksanaan kurikulum?
6.      Bagaimana manajemen pemantauan pelaksanaan kurikulum?
7.      Bagaimana manajemen mutu pendidikan dalam rangka pelaksanaan kurikulum?

C.       Tujuan Penulisan
Makalah ini bertujuan untuk mengetahuia sumber daya apa saja yang pendukung keberhasilan pelaksanaan kurikulum, memahami peran kepala sekolah dalam manajemen pelaksanaan kurikulum, memahami  pemanfaatan sumber belajar dalam pembelajaran, memahami manajemen penggunaan media pembelajaran, memahami  kualitas kinerja guru dalam pelaksanaan kurikulum yang seharusnya, memahami  manajemen pemantauan pelaksanaan kurikulum dan memahami manajemen mutu pendidikan dalam rangka pelaksanaan kurikulum.
D.    Sumber Daya Pendukung Keberhasilan Implemantasi Kurikulum
Keberhasilan pelaksananaan kurikulum di sekolah tidak terlepas dari beberapa sumber pendukung, diantaranya manajemen sekolah, pemanfaatan sumber belajar, penggunaan media pembelajaran, penggunaan strategi dan model-model, kinerga guru, pemantauan pelaksanaan pembelajaran, dan manajemen peningkatan mutu pendidikan.[2]
1.             Manajemen dan Kepemimpinan Sekolah/Madrasah
Dalam iklim yang kompetitif sekarang ini, sulit bagi organisasi untuk dapat hidup dengan baik jika tidak memiliki kemampuan untuk mengubah diri dengan cepat dan mampu berkembang seiring dengan berbagai tuntutan stakeholder.  Kondisi ini berlaku hampir pada keseluruhan organisasi baik yang bersifat profit maupun non profit. Sekolah atau madrasah sebagai lembaga non profit juga tidak terlepas dari fenomena itu, itulah sebabnya dalam banyak hal lembaga pendidikan harus mengetahui berbagai harapan dan kebutuhan stakeholder dalam seluruh kegiatan melalui apa yang disebut dengan “komite sekolah/madrasah”.
Secara alamiah proses  hidup atau matinya suatu organisasi selalu tergantung kepda kemampuan organisasi memenuhi harapan dan kebutuhan stakeholdernya. Demikian pula sekolah/madrasah harus selalu mampu mengidentifikasi kebutuhan  stakeholder, namun demikian sebelum sekolah/madrasah mengidentifikasi harapan dan kebutuhan stakeholder, sekolah/madrasah harus mampu menentukan lebih dulu siapa-siapa yang menjadi stakeholdernya. Bahkan lebih jauh dar itu, madrasah juga harus mampu mengidentifikasi siapa yang menjadi stakeholder potensialnya.  Kondisi ini diperlukan karena tidak semua organisasi memiliki produk/layanan yang diberikannya.
Hasil analisis tersebut dijadikan sebagai bahan utama dalam penyusunan  visi dan misi sekolah. Itulah sebabnya dalam penyusunan dan pembuatan visi dan misi itu sangat penting melibatkan stakeholder baik secara langsung maupun tidak langsung.[3]
Dalam hal ini, kepala sekolah harus benar-benar memiliki kemampuan dalam memanajemen sekolah seperti memahami kinerja mengidentifkasi dan mengembangkan jenis-jenis input sekolah, mengembangkan proses di sekolah (proses belajar mengajar, pengkoordinasian, pengambilan keputusan, pemberdayaan, pemotivasian, pemantauan, supervisi, pengevaluasiaan, dan akrediatasi). Selain itu kepala sekolah juga harus memahami bahwa dirinya mampu menunjukkan upaya dalam meningkatkan output sekolah (kualitas, produktivitas, efisensi, efektivitas, dan inovasi)
Kepala sekolah dalam upaya mewujudkan kinerjanya dalam majamenen kurikulum, maka dia harus mampu memfasilitasi sekolah untuk membentuk dan memberdayakan tim pengembang kurikulum dimana setiap satuan pendidikan harus mampu mengembangkan kurikulum sesuai dengan kebutuhan masing-masing, memberdayakan tenaga pendidik dan kependidikan sekolah agar mampu menyediakan dokumen-dokumen kurikulum yang relevan dengan tuntutan dan kebutuhan siswa dan masyarakat, memfasilitasi guru untuk menyusun silabus dan RPP, memfasilitasi guru untuk memilih sumber belajar, memfasilitasi guru untuk memilih media sesuai dengan materi dalam mata pelajaran, mengarahkan tenaga pendidik dan kependidikan untuk menyusun rencana dan program pelaksanaan kurikulum, membimbing para guru dalam mengembangkan dan memperbaiki proses belajar mengajar.
Manajemen kurikulum merupakan subtansi manajemen yang utama di sekolah. Prinsip dasar manajemen kurikulum ini adalah berusaha agar proses pembelajaran dapat berjalan dengan baik, dengan tolak ukur pencapaian tujuan oleh siswa dan mendorong guru untuk menyusun dan terus menerus menyempurnakan  strategi pembelajarannya.
Manajemen kurikulum adalah sebagai suatu sistem pengelolaan kurikulum yang kooperatif, komprehendsif, sistemik dalam rangka mewujudkan ketercapaian tujuan kurikulum.[4] Keterlibatan masyarakat dalam manajemen kurikulum dimaksudkan agar dapat memahami, membantu, dan mengontrol implementasi kurikulum sehingga lembaga pendidikan atau sekolah selain dituntut kooperatif juga, mampu mandiri dalam mengidentifikasi kebutuhan kurikulum, melaksanakan pembelajaran, menilai kurikulum, mengendalikan serta melaporkan sumber dan hasil kurikulum, baik kepada masyarakat maupun pemerintah.
Adapun siklus  manajemen kurikulum dapat dilakukan melalui empat tahap:
a.       Perencanaan, meliputi analisis kebutuhan , merumuskan dan menjawab pertanyaan filosofis,  menentukan desain kurikulum, membuat  rencana induk (master plan): pengembangan , pelaksanaan, dan penilaian.
b.      Tahap pengembangan, meliputi perumusan rasional atau dasar pemikiran, perumusan visi,  misi dan tujuan, penentuan struktur dan isi program, pemilihan dan pengorganisasian materi, pengorganisasian kegiatan pembelajaran, pemilihan sumber daya, alat dan sarana prasarana, dan penentuan cara mengukur hasil belajar.
c.       Tahap implementasi, meliputi: penyusunan rencana dan program pembelajaran (Silabus, RPP), penjabaran materi, penentuan strategi dan metode pembelajaran, penyedian sumber alat dan sarana pembelajaran, penentuan cara dan alat penilaian proses dan hasil belajar, dan setting lingkungan pembelajaran.
d.      Tahap penilaian, terutama dilakukan untuk melihat sejauhmana kekuatan dan kelemahan dari kurikulum yang dikembangkan, baik bentuk penilaian formatif maupun sumatif. [5]
Tugas dan peranan kepala sekolah dalam mewujudkan subkompetensi manajemen kurikulum ini dapat direfleksi oleh dirinya dari isi program kurikulum yang didesain atau dirancang dan dikembangkan mulai dari tingkat perencanaan, pelaksanaan, sampai dengan evaluasi kurikulum itu sendiri. [6]
Dalam hal ini dibutuhkan  sikap kepemimpinan dari seorang kepala sekolah. Empat unsur dalam kepemimpinan kepala sekolah yaitu: Visi, Keberanian, Realita, dan etika.
Unsur pertama yang harus dimiliki kepala sekolah untuk mampu menjadi pimpinan yang memiliki visi. Untuk memiliki visi yang baik. Kepala sekolah harus memiliki pemikiran yang terbuka agar ia mampu menerima berbagai hal yang mungkin saja selama ini bertentangan dengan apa yang telah diyakininya, sehingga pengalaman tersebut akan memperkaya perspektif pandang kepala sekolah/madrasah terhadap sesuatu.
Unsur kedua adalah keberanian. Kepala sekolah/madrasah yang mencintai pekerjaannya harus memiliki keberanian yang tinggi. Dengan keberaniannya, pemimpin akan dengan sukarela mengambil inisiatif untuk mencari terobosan-terobosam yang kadang kala penuh resiko.
Unsur ketiga adalah kemampuan untuk bekerja dalam realistis. Kepala sekolah harus mampu membedakan mana yang opini dan mana yang fakta. Kepala sekolah harus mampu membuat sistem yang mengalirkan berbagai fakta yang ada kepadanya, sehingga berbagai keputusan yang dibuat benar-benar menyelesaikan masalah yang ada atau jika keputusan   yang diambil adalah keputusan yang berkaitan dengan pengembangan, maka pengembangan tersebut bersifat prioritas dan strategis.
Unsur keempat yang harus dimiliki kepala sekolah  untuk menjadi pemimpin yang tidak sekedar pemimpin legalitas adalah memiliki kepedulian dan sensitivitas  yang tinggi terhadap manusia. Dia bekerja berdasarkan nilai-nilai kemanusiaan yang luhur. Penanaman nilai-nilai di sekolah akan membuat lembaga lebih produktif dalam bekerja.  Sebagai lembaga pendidikan, pengimplementasian nilai-nilai di tempat kerja tidak hanya untuk meningkatkan produktivitas saja tetapi juga untuk memperkuat esensi sekolah/madrasah sebagai lembaga sosial  yang mengemban misi mencerdaskan dan mencerahkan masyarakat.[7]
2.      Pemanfaatan Sumber Belajar
Pendidikan konvesional memiliki paradigma bahwa guru adalah satu-satunya sumber belajar, sehingga orang yang paling memiliki pengetahuan. Paradigma itu kemudian bergeser menjadi guru lebih dahulu tahu. Namun, sekarang dengan perkembangan ilmu dan teknologi bukan saja pengetahuan guru bisa sama dengan murid, bahkan murid bisa lebih dulu tahu dari gurunya. Itu semua dapat terjadi akibat perkembangan media informasi di sekitar kita sehingga pada saat ini guru bukan lagi satu-satunya sumber belajar, melainkan guru memiliki fungsi yang lebih luas, yaitu sebagai penyedia fasilitas belajar agar siswa mau belajar.
Sumber belajar adalah segala sesuatu yang ada di sekitar lingkungan kegiatan belajar yang secara fungsional dapat digunakan untuk membantu optimalisasi hasil belajar. Optimalisasi hasil belajar ini dapat dilihat tidak hanya dari hasil belajar (output) namun juga dilihat dari proses berupa interaksi siswa dengan berbagai macam sumber yang dapat merangsang untuk belajar dan mempercepat pemahaman dan penguasaan bidang ilmu yang dipelajarinya.
Perlunya penguatan  sumber daya pendukung, terutama ketersediaan sarana yang mendukung fasilitas pembelajaran, yaitu buku sebagai bahan ajar. Pemerintah telah menyiapkan buku pelajaran terutama buku pelajaran untuk sekolah dasar (SD). Buku pelajaran untuk semua tema pelajaran sudah dipersiapkan. Di samping itu, telah dipersiapkan pula buku pedoman bagi guru-guru. Penyiapan buku bahan ajar hendaknya tetap memerhatikan prinsip-prinsip relevansi dengan kehidupan anak. Buku hendaknya dirancang untuk dapat mendorong inspirasi guru dalam mengembangkan bahan ajar yang relevan dengan menghubungkan lingkungan terdekat sebagai sumber belajar. Sumber daya pendukung untuk implementasi Kurikulum 2013 terutama adalah ketersediaan sarana pembelajaran, baik dalam jumlah maupun mutu. Implementasi kurikulum membutuhkan ketersediaan laboratorium, baik peralatan maupun bahan. Perlu disadari bahwa masih banyak sekolah yang memiliki fasilitas standar minimal. Seiring dengan implementasi kurikulum yang dilakukan secara bertahap sampai dengan tahun 2015, diperlukan komitmen tentang kebijakan untuk mempersiapkan sarana dan fasilitas pembelajaran utama. Komitmen kebijakan tersebut terutama harus datang dari setiap pemerintah daerah. [8]
Implementasi pemanfaatan sumber belajar di dalam proses pembelajaran dalam kurikulum yang efektif adalah proses pembelajaran yang menggunakan berbagai ragam sumber belajar. Untuk memperoleh gambaran tentang konsep diberikan materi tentang empat konsep, konsep konkret, konsep abstrak, konsep dengan atribut kritis abstrak, dan konsep yang berdasarkan prinsip dengan tujuan agar siswa mampu mengenali serta mampu mengelompokkan berdasarkan informasi dan hasil pengamatan (Diknas, 2006). Kegiatan belajar mengajar ditekankan pada aktivitas siswa dengan melakukan pengamatan.
Adapun fungsi  sumber belajar adalah sebagai berikut:
a.         Meningkatkan produktivitas pembelajaran dengan jalan:
1)      Mempercepat laju belajar dan membantu guru untuk menggunakan waktu secara lebih baik
2)      Mengurangi beban guru dalam menyajikan informasi, sehingga dapat lebih banyak membina dan mengembangkan gairah belajar
b.        Memberikan kemungkinan pembelajaran yang sifatnya lebih individual, dengan cara:
1)      Mengurangi kontrol guru yang kaku dan tradisional
2)      Memberikan kesempatan bagi siswa untuk berkembang sesuai dengan kemampuannnya.
c.         Memberikan dasar yang lebih ilmiah terhadap pembelajaran dengan cara:
1)      Perancangan program pembelajaran yang lebih sistematis
2)      Pengembangan bahan pengajaran yang dilandasi oleh penelitian.
d.        Lebih memantapkan pembelajaran, dengan jalan:
1)        Meningkatkan kemampuan sumber belajar
2)        Menyajian informasi dan bahan secara lebih kongkrit.
e.         Memungkinkan belajar secara seketika, yaitu:
1)        Mengurangi kesenjangan antara pembelajaran yang bersifat verbal dan abstrak dengan realitas yang sifatnya kongkrit
2)        Memberikan pengetahuan yang sifatnya langsung.
f.         Memungkinkan penyajian pembelajaran yang lebih luas, dengan menyajikan informasi yang mampu menembus batas geografis.
Secara garis besarnya, terdapat dua jenis sumber belajar yaitu:
1)      Sumber belajar yang dirancang ( learning resources by design ), yakni sumber belajar yang secara khusus dirancang atau dikembangkan sebagai komponen sistem instruksional untuk memberikan fasilitas belajar yang terarah dan bersifat formal.
2)      Sumber belajar yang dimanfaatkan( learning resources by utilization), yaitu sumber belajar yang tidak didesain khusus untuk keperluan pembelajaran dan keberadaannya dapat ditemukan, diterapkan dan dimanfaatkan untuk keperluan pembelajaran.
Sumber-sumber belajar yang siap  harus segera dicatat dalam katalog. Agar sistematis diberi kode tertentu. Sumber itu disimpan di lokasi yang sentral agar mudah ditemukan oleh setiap pengajar. Dengan demikian bila suatu mata pelajaran diajarkan oleh beberapa pengajar, masing-masing dapat menggunakan sumber-sumber yang sama.[9]
3.      Penggunaan Media Pembelajaran
Media merupakan sarana prasanan dalam pengajaran. Media merupakan alat bantu untuk memudahkan dalam menerapkan materi dan muatan  kurikulum, sehingga lebih mudah dimengerti atau dipahami peserta didik. Pemakaian media dalam proses belajar mengajar perlu dilaksanakan oleh pendidik agar apa yang disampaikannya dapat memiliki makna dan arti penting bagi peserta didik.
Ketepatan memilih alat media, menurut subandiyah dalam Asrori, merupakan tuntutan bagi seorang pendidik agar proses belajar-mengajar bisa berjalan sebagaimana mestinya dan tujuan pengajaran atau pendidikan dapat tercapai dengan baik. Di samping itu, penetapan media dan sarana prasarana penilaian itu harus didasarkan pada kesesuaian bahan dengan tujuan dan kesesuaian bahan dengan landasan psikologis belajar maupun perkembangan peserta didik. [10]
4.      Penggunaan Strategi dan Model-model Pembelajaran
Secara moral berbagai persoalan yang timbul sebagai akibat dari kemajuan merupakan tanggung jawab kalangan dunia pendidikan untuk mencari solusinya melalui strategi pembelajaran yang efektif dan efisien. Secara sosiologis ada beberapa strategi pembelajaran yang diperkirakan dapat mengatasi permasalahan tersebut. Di antaranya, kalangan dunia pendidikan perlu merumuskan visinya yang jelas terhadap penyelenggaraan pendidikan dan pengajaran.
Jika visi tentang lulusan lembaga pendidikan telah disepakati, maka konsekuensinya perlu dirumuskan kembali konsep kurikulum yang lebih berorientasi pada konstruksi sosial, yaitu kurikulum yang dirancang dalam rangka melakukan perubahan sosial. Kurikulum semacam ini dinamis, karena apa yang dirancang akan disesuaikan  dengan tuntutan perubahan sosial.  Jika pandangan kurikulum yang  bersifat integratif tersebut telah dipilih, maka tahap selanjutnya adalah perlu diikuti oleh proses belajar mengajar yang strateginya lebih berorientasi pada murid, siswa, atau mahasiswa.[11]
Dalam menerapkan kurikulum, diperlukan strategi pembelajaran yang jitu agar tujuan kurikulum tercapai. Strategi sebagai salah satu alat untuk mencapai tujuan kurikulum tersebut. Strategi pembelajaran adalah pola umum untuk mewujudkan proses belajar mengajar. Secara operasional srategi pembelajaran adalah prosedur dan metode yang ditempuh oleh dosen (pengajar) untuk memberikan kemudahan bagi siswa (peserta didik) melakukan kegiatan belajar secara aktif dalam rangka mencapai tujuan pembelajaran. Suatu strategi pembelajaran merupakan suatu sistem menyeluruh yang terdiri dari lima variabel, yakni tujuan pembelajaran, materi pelajaran, metode dan tehnik mengajar, siswa/mahasiswa, guru/tenaga kependidikan lainnya, dan logistik/unsur penunjang.
Ada beberapa jenis strategi pembelajaran yang dapat ditawarakan sebagai pilihan dalam merancang strategi pembelajaran yang selanjutnya dituangkan dalam kurikulum yang terdiri dari:
a.         Latihan dan praktik yang bertujuan membantu mahasiswa peserta didik untuk menguasai keterampilan secara tepat serta prilaku yang cepat dan otomatik.
b.        Sinektik yang bertujuan untuk menciptakan kelas menjadi masyarakat intelektual yang memberikan kesempatan kepada peserta didik untuk mengembangkan prilaku kreatif.
c.         Yurisprudential yang bertujuan membantu peserta didik memiliki pendirian yang mantap mengenai masalah-masalah sosial politik.
d.        Diskoveri-inkuiri yakni suatu prosedur  yang meitikberatkan pada belajar individual, manipulasi objek-objek  eksperimen, dan pengambilan kesimpulan.
e.         Modifikasi tingkah laku yang bertujuan untuk mengubah tingkah laku dengan cara menempatkannya dalam kondisi yang terkontrol dan kemudian dimanipulasi.
f.         Paket kegiatan belajar yang berasaskan akuntabilitas, kesadaran siswa, belajar indi, vidual, dan menyediakan variasi-variasi, visual, cara-cara belajar dan waktu belajar.
g.        Pembelajaran kelompok kecil melalui teknik klinis, menitikberatkan kepada tanggungjawab belajar pada diri peserta didik sedangkan pengajar bertindak sebagai nara sumber.
h.        Pembelajaran berprogram yakni suatu pembelajaran dimana peserta didik belajar sendiri untuk mencapai tujuan tingkah laku berdasarkan materi pelajaran yang telah disiapkan sebelumnya.
i.          Pengajaran dengan contoh yang dilaksanakan dalam bentuk demonstrasi, ilustrasi, dan modelling.
j.          Simulasi yang berorientasi pada tujuan-tujuan tingkah laku dan dilaksanakan dalam bentuk latihan simulasi untuk mengembangkan keterampilan  produktif dan keterampilan reproduktif. Strategi ini dilaksanakan dalam bentuk permainan simulasi, studi kasus, bermain peran.[12]
Metode-metode mengajar secara garis besar dapat dibedakan dalam dua kelompok, yaitu pembelajaran terori dan pembelajaran praktik. Pembelajaran teori dibedakan pula antara pembelajaran ekspositori, seperti ceramah, tanya jawab, dan demontrasi. Pembelajaran kelompok seperti: diskusi, diskusi panel, kerja kelompok, simulasi, bermain peran, dan seminar, dan pembelajaran berbuat, seperti: esperimen, pengamatan, penelitian sederhana, dan pemecahan masalah.
Adapun pembelajaran praktik dapat dibedakan antara pembelajaran praktik di sekolah dan praktik di lingkungan kerja. Pembelajaran praktik berkenaan dengan pengembangan kompetensi vokasional dan keterampilan psikomotorik di luar keterampilan intelektual. Sesungguhnya pembelajaran berbuat juga sudah merupakan pembelajaran praktik, tetapi lebih berfokus pada praktik aplikasi dari penguasaan keterampilan intelektual, walaupun aplikasi keterampulan sosial dan fisik-motorik juga terkait.[13]
5.      Kualitas Kinerja Guru dalam Implementasi Kurikulum
Guru mempunyai peranan yang penting dalam implementasi kurikulum. Peran guru tersebut terutama dalam menjadikan kurikulum sebagai sesuatu yang aktual (actual curriculum) dalam kegiatan pembelajaran. Altirchter (2005:9) menyebutkan tiga faktor penting dari guru sebagai faktor-faktor yang membatasi implementasi kurikulum, yaitu (1) competencies andattitude; (2) decision-making participation; and (3) quality of collegial relationship. Ketiga faktor yang dikemukakan Altirchter tersebut menunjuk pada kompetensi, baik kompetensi profesional, kompetensi pedagogik, kompetensi kepribadian maupun kompetensi sosial. Partisipasi dalam pengambilan keputusan menunjuk pada kemampuan partisipatif guru dalam pengambilan keputusan, baik pengembangan kurikulum maupun pembelajaran. Demikian juga dengan kualitas hubungan kolegial di sekolah dengan sesama guru. Kualitas hubungan kolegial tersebut penting untuk memperkuat kemampuan parsisipatif guru.Bennie & Newstead (2005:4) menyebutkan bahwa teachers’ content knowledge merupakan salah satu faktor rintangan dalam implementasi kurikulum baru. Melalui penelitian yang mereka lakukan, ditemukan bahwa teacher content knowledge does influence classroom instruction and the richness of learners’ mathematical experiences.
Hasil penelitian ini memperkuat proposisi mengenai peran pengetahuan konseptual guru yang melandasi bahan ajar. Guru sudah harus memiliki pengetahuan konseptual yang kuat, baik konten bidang studi maupun pengetahuan konseptual pedogogik dan pembelajaran. Penguasan konten pedagogik dan keilmuan bidang studi akan memperkuat kemampuan guru dalam mengembangkan silabus, bahan ajar, dan pendekatan-pendekatan metodologis pembelajaran. Pengembangan kemampuan guru untuk implementasi kurikulum baru memerlukan suatu manajemen kuat dan baik yang mencakup pengembangan kompetensi, baik kompetensi profesional, pedagogik, kepribadian maupun sosial. Terdapat beberapa aspek yang memerlukan tata kelola atau manajemen yang baik, yaitu perencanaan dalam pembinaan dan pengembangan kompetensi, pemanfaatan dan pendayagunaan, monitoring dan evaluasi, serta manajemen sistem pendukung baik regulasi, sarana dan prasarana, maupun dukungan finansial.[14]
Jujur harus dikatakan bahwa proses pembelajaran dan pembetukan karakter akan menghasilkan manfaat besar jika didasarkan pada bimbingan wahyu Tuhan. Sebab rasio manusisa bukan nomor satu tapi nomor dua setelah wahyu. Di sisi lain juga harus meniscayakan cara – cara pembelajaran yang penuh kelembutan, kasih sayang, kedekatan dan sikap – sikap yang simpatik, karena itu factor sosio-geografis sangat berpengaruh dalam situasi pembelajaran.
a. Menjadi Guru Yang Berkualitas
1) Guru harus memiliki profesionalisme di bidangnya.
2) Guru harus mempersiapkan bahan ajar
3) Guru harus dapat menyampaikan materi dengan jelas.
4) Guru harus dapat mengelola kelas
5) Guru harus melakukan evaluasi
6) Guru harus dapat berhubungan baik dengan orang tua siswa.
b. Kriteria Guru Berkualitas:
1) Selalu punya energi untuk siswanya.
2) Punya tujuan jelas untuk Pelajaran 
3) Punya keterampilan mendisiplinkan yang efektif.
4) Punya keterampilan manajemen kelas yang
5) Bisa berkomunikasi yang Baik dengan Orang Tua 
6) Punya harapan yang tinggi pada
7) Pengetahuan tentang Kurikulum.[15]
Menurut Nata, secara garis besar ada tiga  ciri-ciri profesionalisme seorang guru, yaitu:
a.         Seorang guru yang profesional harus menguasai bidang ilmu pengetahuan yang akan diajarkannya  baik. Ia benar-benar seorang ahli dalam bidang ilmu yang diajarkannya. Selanjutnya karena pengetahuan apa pun selalu mengalami pekembangan, maka seorang guru profesional juga harus terus-menerus meningkatkan dan mengembangkan ilmu yang diajarkan, sehingga mereka  tidak ketinggalan zaman. Untuk dapat melakukan peningkatan dan pengembangan ilmu yang diajarkannya itu, seorang guru  dengan menggunakan berbagai macam metode.
b.        Seorang guru profesional harus memiliki kemampuan menyampaikan atau mengajarkan ilmu yang dimilikinya (transfer of knowlede) kepada murid-muridnya secara efektif dan efisien. Untuk ini, seorang guru harus memiliki ilmu keguruan.
c.         Seorang guru yang profesional harus berpegang teguh kepda kode etik profesional. Kode etik disini lebih dikhususkan lagi tekanannya, pada perlunya memiliki akhlak yang mulia. Dengan akhlak yang demikian, maka seorang gutu akan dijadikan panutan, contoh, dan teladan. Dengan demikian ilmu yang diajarkan atau nasihat yang diberikannya kepada para siswa akan didengarkannya dan dilaksanakannya dengan baik.  Imam al-ghazali mengatakan bahwa seorang guru yang menyampaikan ilmu pengetahuan harus berhati bersih, berbuat dan bersikap  yang terpuji. Lebih lanjut al-Ghazali mengatakan bahwa guru harus bersikap sebagai pengayom, berkasih sayang terhadap murid-muridnya, dan hendaknya memperlakukan mereka seperti anak sendiri. Guru harus selalu megontrol, menasihati, memberikan pesan-pesan moral tentang ilmu dan masa depan anak didiknya dan tidak membeiarkan mereka melanjutkan pelajarannya kepda yang lebih tinggi sebelum menguasai pelajaran sebelumnya dan memiliki akhlak yang mulia. Keseimbangan perkembangan keilmuan (akal) dan akhlak (budi pekerti) merupakan hal yang harus selalu dikontrol oleh guru.[16]
Pekerjaan professional dapat diselenggarakan dengan baik dan berhasil jika guru memiliki kemampuan-kemampuan yang sesuai dengan tuntutan tugas dan perannya. Pengertian kemampuan (competency) Jhonson dalam hal ini merumuskan sebagai berikut:
A competency as rational performance which satifactory meets the objectives for a desired condition.  Rational berarti si  pelaku mempunyai arah dan tujuan tertentu setelah melalui berbagai pertimbangan. Performance berarti  tingkah laku, baik yang dapat diamati maupun yang tidak dapat diamati. Satifactorily berarti kemampuan itu kuat dan memadai untuk mencapai tujuan. Objectives berarti sesuatu yang menunjukkan pada hasil-hasil yang diharapkan. A desired condition berarti keadaan dimana tingkah laku itu diinginkan.
Keberhasilan pelaksanaan tugas dan peranan guru banyak ditentukan oleh faktor kemampuan yang dimilikinya. Karena itu, guru harus mampu melaksanakan tanggung jawab untuk mengembangkan kognitif siswa, yang berkenaan dengan perkembangan intelektual, tanggung jawab mengembangkan hubungan sosial para siswa dan tanggung jawab mengembangkan aspek kepribadian siswa khususnya yang berkenaan dengan perkembangan emosional.  Pelaksanaan tanggung jawab ini membutuhkan kemampuan profesional yakni yang berkenaan dengan kemampuan dalam proses belajar-mengajar.  Kemampuan sosial dengan para siswa, dan kemampuan ini penting maknanya  kepribadian terutama aspek sikap dan nilai, yang berfungsi membantu  pelaksanaan pengajaran, bahkan merupakan salah satu komponen dalam kemampuan profesional itu.[17]
6.      Pemantauan Pelaksanaan Kurikulum
Pelaksanaan kurikulum di sekolah perlu dipantau untuk mengetahui tingkat fektivitasnya. Kurikulum perlu dipantau supaya pelaksanaannya tidak keluar jalur.  Untuk itu seorang ahli dalam kurikulum haruslah memantau kurikulum mulai dari menyusun perencanaan sampai kepada  membuat instrumen pemantauan, dan mengevaluasinya.  Pemantau kurikulum harus objektif, karena objektivitas akan menentukan penilaian dan perbaikan selanjutnya. Pemantauan kurikulum memiliki peranan yang cukup penting dalam perbaikan kurikulum selanjutnya, agar lebih sempurna dan berjalan di rel yang sesuai. 
Sistem pemantauan kurikulum adalah suatu sistem pengumpulan dan penerimaan informasi berdasarkan data yang tepat, akurat, dan lengkap tentang pelaksanaan kurikulum yang dilaksanakan dengan langkah-langkah yang tepat dalam jangka waktu tertentu oleh pemantau yang ahli dan berpengalaman untuk mengatasi permasalahan yang timbul dalam kurikulum.
Adapun tujuan pemantauan kurikulum secara umum adalah untuk mempercepat pengumpulan dan penerimaan informasi yang diperlukan untuk pengambilan dalam mengatasi permasalahan pemantauan kurikulum. Secara khusus pemantauan kurikulum bertujuan untuk: memberikan umpan balik bagi kebutuhan program pendidikan, bagi ketercapaian tujuan kurikulum, bagi metode perencanaan, bagi sistem penilaian kurikulum, dan memberikan bahan kajian untuk membatasi masalah-masalah dana hambatan yang dihadapi di lapangan.
Sasaran di dalam kegiatan pemantauan atau monitoring  ini lebih dipusatkan pada pemantauan terhadap kelancaran proses pelaksanaan kurikulum serta sarana yang diperlukan di dalam kegiatan pelaksanaan tersebut. Segi hasil belajar murid tidak menjadi sasaran utama di dalam kegiatan monitoring ini.
Untuk mengumpulkan keterangan di dalam pelaksanaan monitoring tersebut dapat digunakan wawancara, observasi maupun angket untuk para pelaksana. Monitoring dilakukan pada tahun-tahun permulaan dilaksanakanna kurikulum baru di sekolah-sekolah, dimana kegiatan ini dilakukan oleh pihak pengembang kurikulum untuk mengambil tindakan guna memperlancar penyebaran dan pelaksanaan kurikulum di sekolah-sekolah
Hal-hal yang dijadikan sebagai sasaran pemantauan adalah:
a.       Persiapan pelaksanaan kurikulum yang meliputi lahan, kegiatan dan prasarana, tenaga, jadwal dan waktu, biaya, dan unsur penunjang lainnya.
b.      Pelaksanaan kurikulum yang terdiri dari program kegiatan, metode/prosedur, diklat, media pendidikan, bimbingan dan pelayanan, penilaian, permasalahan, dan hambatan, sumber-sumber materi ajaran serta penggunaan lainnya.
c.       Hasil pelaksanaan kurikulum atau hasil diklat, yang terdiri dari jumlah lulusan dan kualitas lulusan dan produktivitas serta dampak program pendidikan.
d.      Tindak lanjut pemanfaatan diklat, yang terdiri dari penempatan dan penyebarluasan lulusan, bidang tugas lokasi, pada lembaga apa, siapa pembina/pengawasnya, tempat tinggalnya, respon masyarakat dan lain-lain.[18]
Cara pelaksanaan pemantauan (monitoring) terhadap kurikulum dapat dilakukan melalui dua cara yaitu cara langsung dan tidak langsung. Kedua cara tersebut dilakukan dengan seperangkat kegiatan monitoring yang sama yaitu kegiatan ang berkaitan dengan mengumpulkan, mencatat, mengolah informasi dan pelaksanaan suatu proyek; kemudian dituangkan dalam suatu laporan monitoring.
a. Pemantaun Langsung
Pengertian pemantauan langsung adalah pemantauan yang dilakukan dengan cara mengunjungi lokasi proyek. Memantau pelaksanaan pembelajaran adalah kegiatan monitoring yang menyertakan proses pengumpulan, penganalisisan, pencatatan, pelaporan, dan penggunaan informasi manajemen tentang pelaksanaan kegiatan pembelajaran. Fokus kegiatan memantau pelaksanaan pembelajaran ada pada kegiatan dan tingkat capaian dari perencanaan pembelajaran yang telah dibuat berdasarkan tujuan yang telah ditetapkan. Kegiatan pemantauan pelaksanaan pembelajaran berkaitan dengan penilaian terhadap pelaksanaan kegiatan pembelajaran dan pengidentifikasian tindakan untuk memperbaiki kekurangan dalam kegiatan pembelajaran yang dilaksanakan.[19] Dengan cara demikian petugas monitoring dapat secara bebas mengumpulkan informasi ang diperlukan. Agar pengumpulan informasi dapat berjalan secara efesien maka diperlukan strategi pengumpulan data yaitu;
1)        Mempersiapkan instrument pengumpulan data ; misalnya dengan menyiapkan daftar isi.
2)        Menggali informasi pada orang-orang penting yang memegang posisi dalam pelaksanaan kurikulum tersebut.
3)        Melakukan pemantauan langsung ke lapangan dan petugas monitoring dapat mencatat informasi yang diperlukan sesuai dengan kehendaknya (sesuai dengan tujuan monitoring).



Contoh daftar isi
Komponen
Segi yang dipantau
Komentar hasil pemantauan
1. Tujuan
a. Pelaksanaan
1.Apakah pelaksanaan kurikulum berjalan dengan baik?
2.Apakah sarana pelaksanaan kurikulum sudah ada?
b. Relevansi
1.Apakah pelaksanaan kurikulum sesuai dengan relevan dengan kebutuhan masyarakat?
2.Apakah serasi dengan kebutuhan masyarakat?

Berdasarkan pembahasan diatas pemakalah menganalisa tentu saja dalam pelaksanaan monitoring secara langsung ini terdaapat kelebihan dan kelemahannya, kelebihan cara ini diantaranya sebagai berikut;
1)      Didapatkan data yang sesuai dengan yang dimaksudkan.
2)      Data yang dikumpulakan adalah data yang relative lebih akurat karena data dikumpulkan sendiri oleh petugas monitoring dan merupakan data primer.
3)      Dengan cara langsung ini petugas bukan saja mengumpulan data tetapi juga dapat memberikan saran-saran bila tidak sesuai dengan apa yang direncanakan.
Sedangkan kelemahan dari cara monitoring langsung ini antara kain dapat disebutkan ;
1)      Memerlukan biaya yang relative besar karena bukan saja factor jarak (tranformasi) tetapi juga untuk mengirim petugas monitoring ke lokasi.
2)      Memerlukan ketelitian yang lebih, sebab dengan wawancara langsung, seringkali hasilnya tidak sesuai bila petugas monitoring tidak pandai-pandai mengali data yang baikdan benar.
b. Pemantauan Tidak Langsung.
Cara ini menghendaki petugas monitoring tidak perlu terjun langsung ke lokasi; tetapi penggalian data dilakukan dengan cara mengirim seperangkat daftar isian untuk diisi oleh orang lain di lokasi penelitian. Cara tidak langsung ini juga dapat dilakukan dengan mengumpulkan data melalui laporan-laporan yang dibuat pimpinan pemantau.
7.      Manajemen Peningkatan Mutu Pendidikan
Beragamnya kebutuhan siswa dalam belajar, kebutuhan guru dalam melakukan pembelajaran dan staf lain dalam pengembangan profesionalnya, berbedanya lingkungan sekolah satu dengan lainnya dan ditambah dengan harapan orang tua/masyarakat akan pendidikan yang bermutu bagi anak dan tuntutan stakeholder. Untuk memperoleh tenaga bermutu, berdampak pada keharusan bagi setiap individu, terutama pimpinan lembaga pendidikan harus mampu merespons dan mengapresiasikan kondisi tersebut di dalam proses pengambilan keputusan.
Manajemen peningkatan mutu  berbasis sekolah merupakan pendekatan yang menekankan pada kemandirian  dan kreativitas sekolah/satuan pendidikan.  Beberapa indikator yang menunjukkan karakter dari konsep manajemen, antara lain: a. Lingkungan sekolah yang aman, nyaman, dan tertib, b. Sekolah memiliki  visi, misi dan target mutu yang ingin dicapai, c. Sekolah memiliki manajerial yang kuat,  d, adanya harapan yang tinggi dari personal sekolah untuk berprestasi, e. Adanya pengembangan staf sekolah yang terus –menerus sesuai dengan kebutuhan  dan IPTEK, f. Adanya pelaksanaan evaluasi untuk penyempurnaan dan perbaikan mutu, dan g. Adanya komunikasi dan dukungan intensif dari orang tua/masyarakat.
Pengembangan konsep manajemen  ini didesain untuk meningkatkan kemampuan sekolah  dan masyarakat dalam mengelola perubahan pendidikan kaitannya dengan tujuan keseluruhan, kebijakan, strategi perencanaan, inisiatif kurikulum yang telah ditentukan oleh pemerintah, dan otoritas pendidikan.  Dalam mengimplementasikan konsep ini, sekolah hendaknya memiliki tanggung jawab untuk mengelola dirinya berkaitan dengan permasalahan administrasi, keuangan, dan fungsi setiap personel sekolah di dalam kerangka  arah dan kebijakan yang telah dirumuskan oleh pemerintah.
Ada empat hal yang berkaitan dengan prinsip-prinsip total quality management, yaitu: perhatian harus ditekankan kepada proses secara terus-menerus mengumandangkan peningkatan mutu, kualitas mutu harus ditentukan oleh pengguna jasa sekolah, prestasi harus diperoleh melalui pemahaman visi bukan dengan pemaksaan aturan, sekolah harus menghasilkan siswa yang memiliki ilmu pengetahuan, sikap, keterampilan, karakter dan memiliki kematangan emosional.  Sistem kompetisi tersebut akan mendorong sekolah untuk terus meningkatkan diri, sedangkan penghargaan akan dapat memberikan motivasi dan meningkatkan kepercayaan diri setiap personel sekolah, khususnya siswa.
Peningkatan mutu pendidikan bagi sebuah lembaga pendidikan saat ini merupakan prioritas utama. Hal ini bagian terpenting dalam membangun pendidikan yang berkelanjutan. Menurut Hensler dan brunell dalam (Husaini Usman) ada empat prinsip utama dalam manajemen mutu pendidikan, yaitu sebagai berikut :
a.       Prinsip Pelanggan. Mutu tidak hanya bermakna kesesuaian dengan spesifikasi-spesifikasi tertentu, tetapi mutu tersebut ditentukan oleh pelanggan.
b.      Respek Terhadap Setiap Orang. Dalam sekolah yang bermutu kelas dunia, setiap orang di sekolah dipandang memiliki potensi.
c.       Manajemen Berdasarkan Fakta. Sekolah kelas dunia berorientasi pada fakta, maksudnya setiap keputusan selalu didasarkan pada fakta, bukan pada perasaan (feeling)  atau ingatan semata.
d.     Perbaikan Terus-menerus. Agar dapat sukses setiap sekolah perlu melakukan proses sistematis dalam melaksanakan perbaikan berkesinambungan.[20]
Sedangkan menurut Aan Komariah bahwa prinsip-prinsip mutu pendidikan penerapannya sebagai berikut:
a.       Penerapan khusus prinsip pertama orientasi pada pelanggan.
b.      Penerapan khusus prinsip kedua Kepemimpinan.
c.       Penerapan khusus prinsip ketiga keterlibatan orang-orang.
d.      Penerapan khusus prinsip keempat pendekatan proses.
e.       Penerapan khusus prinsip kelima menggunakan pendekatan sistem pada manajemen.
f.       Penerapan khusus prinsip keenam perbaikan secara berkelanjutan.
g.      Penerapan khusus prinsip ketujuh pendekatan aktual dalam pembuatan keputusan.
h.      Penerapan khusus prinsip kedelapan hubungan yang saling menguntungkan dengan supplier.[21]
Jadi, sekolah harus mengontrol semua sumber daya termasuk sumber daya manusia yang ada, dan lebih lanjut harus menggunakan secara lebih efisien sumber daya tersebut untuk hal-hal yang bermanfaat bagi peningkatan mutu khususnya. Sementara itu, kebijakan makro yang dirumuskan oleh pemerintah atau otoritas pendidikan lainnya masih diperlukan dalam rangka menjamin tujuan-tujuan yang bersifat nasional dan akuntabilitas yang berlingkup nasional.[22]

E.     Penutup
Kurikulum merupakan suatu perencanaan untuk mendapatkan keluaran (out- comes) yang diharapkan dari suatu pembelajaran. Perencanaan tersebut disusun secara terstruktur untuk suatu bidang studi, sehingga memberikan pedoman dan instruksi untuk mengembangkan strategi pembelajaran. Materi didalam kurikulum harus diorganisasikan dengan baik agar sasaran (goals) dan tujuan (objectives) pendidikan yang telah ditetapkan dapat tercapai. Keberhasilan pencapaian tujuan kurikulum ditentukan oleh banyak faktor sehingga kurikulum tersebut benar-benar dapat terlaksanakan dengan baik. Peran kepala sekolah sebagai pemimpin di sekolah dalam memanajemen sekolah sangatlah menjadi pintu pertama dalam pengambilan kebijakan di sekolah, selanjutnya pemanfaatan sumber belajar semaksimal mungkin, menggunakan media belajar baik media modern tradisional maupun modern yang tujuannya untuk mempermudah dalam menangkap pesan/isi pelajaran. Dalam hal ini tentu kualitas guru sangat diperlukan. Guru memainkan peran besar dalam usaha melaksanakan kurikulum secara operasional melalui pengajaran materi pembelajaran untuk mencapai tujuan kurikulum. Selain itu, untuk mengetahui keberhasilan dalam pelaksaanaan kurikulum, harus dilakukan pemantauan dan evaluasi kurikulum. Apakah kurikulum yang telah dilaksanakan berjalan dengan baik. Apabila didapati kekurangan maka perlu perbaikan-perbaikan kurikulum dan usaha-usaha lain untuk meningkatkan mutu pendidikan di sebuah instansi/lembaga pendidikan.

DAFTAR PUSTAKA

Abuddin Nata, Manajemen Pendidikan: Mengatasi Kelemahan Pendidikan Islam di Indonesia, Jakarta: Penerbit Kencana, Cet. Ke-5, 2012.
Aan Komariah, Manajemen Pendidikan,  Bandung: Alfabeta, 2009
Deitje Adolfien Katuuk,  Manajemen Implementasi Kurikulum: Strategi Penguatan Implementasi Kurikulum 2013, Cakrawala Pendidikan, Februari 2014, Th. XXXIII, No. 1
Forum Mangunwijaya,  Kurikulum yang Mencerdaskan: Visi 2030 dan Pendidikan Alternatif, Jakarta: PT. Kompas Media Nusantara.
Husaini Usman, Manajemen, Jakarta: Bumi Aksara, 2011
Muhaimin dkk, Manajemen Pendidikan Aplikasi dalam Menyusun Rencana Pengembangan Sekolah, Jakarta: Penerbit Kencana, Cet. Ke 4, 2012.
Mohammad Asrori, Pengembangan Kurikulum Bahasa Arab di Pesantren, Malang: UIN Maliki Press, 2013.
Nasution, Kurikulum & Pengajaran, Jakarta: Bumi Aksara, cet. Ke-7, 2012.
Nana Syaodih Sukmadinata dan Erliana Syaodih, Kurikulum & Pembelajaran Kompetensi, Bandung: PT Refika Aditama.
Oemar Hamalik, Manajemen Pengembangan Kurikulum, Bandung: PT Remaja Rosdakakarya, cet.ke-5, 2012.
Rusman, Manajemen Kurikulum, Jakarta: Rajawali Press, 2009.



[1] Forum Mangunwijaya, Kurikulum yang Mencerdaskan: Visi 2030 dan Pendidikan Alternatif, Jakarta: PT. Kompas Media Nusantara, Hal. 38
[2] Rusman, Manajemen Kurikulum, Jakarta: Rajawali Press, 2009, Hal. 121
[3] Muhaimin dkk, Manajemen Pendidikan Aplikasi dalam Menyusun Rencana Pengembangan Sekolah, Jakarta: Penerbit Kencana, Cet. Ke 4, 2012,  Hal. 23-24
[4] Rusman, Op. Cit.,  Hal Hal. 3.
[5] Rusman, Ibid.,   Hal. 128
[6] Ibid, Hal. 12
[7] Muhaimin dkk, op. Cit., Hal. 31-32
[8] Deitje Adolfien Katuuk,  Manajemen Implementasi Kurikulum: Strategi Penguatan Implementasi Kurikulum 2013, Cakrawala Pendidikan, Februari 2014, Th. XXXIII, No. 1Hal. 24
[9] Nasution, Kurikulum & Pengajaran, Jakarta: Bumi Aksara, cet. Ke-7, 2012, Hal. 86
[10]Mohammad Asrori, Pengembangan Kurikulum Bahasa Arab di Pesantren, Malang: UIN Maliki Press, 2013,  Hal. 246-247.
[11] Abuddin nata, Op. Cit., Hal. 101
[12] Oemar Hamalik, Manajemen Pengembangan Kurikulum, Bandung: PT Remaja Rosdakakarya, cet.ke-5, 2012, Hal. 163
[13] Nana Syaodih Sukmadinata dan Erliana Syaodih, Kurikulum & Pembelajaran Kompetensi, Bandung: PT Refika Aditama, 2012, Hal. 168
[14] Deitje Adolfien Katuuk. Op. Cit. Hal. 18-19
[15] Apriliakartiana.sumber daya pendukung keberhasilan kurikulum.http://apriliakartiana.blogspot.com
[16] Abuddin Nata, Manajemen Pendidikan: Mengatasi Kelemahan Pendidikan Islam di Indonesia, Jakarta: Penerbit Kencana, Cet. Ke-5, 2012,  Hal. 163-164.
[17] Oemar Hamalik, Op. Cit, Hal. 198-199
[18] Oemar Hamalik, manajemen Pengembangan Kurikulum, Bandung: PT Remaja Rosdakarya, cet. Ke-5, 2012, Hal. 219-221
[19] Rusman, Manajemen...., h. 163.
[20] Usman Husaini, Manajeman.Jakart: Bumi Aksara , 2011,  hlm. 572-573
[21] Aan Komariah,  Manajemen Pendidikan. Bandung: Alfabeta,  2009, h. 298
[22] Rusman, Op. Cit. Hal. 553-554

No comments:

Post a Comment