MANAJEMEN SUMBER
DAYA PENDUKUNG KEBERHASILAN KURIKULUM
by Nurul Wahdah
A.
Pendahuluan
Kurikulum memang bukan satu-satunya penentu mutu pendidikan. Ia juga bukan perangkat
tunggal penjabaran visi pendidikan. Fungsi kurikukulum dalam peningkatan mutu
pendidikan dan penjabaran visi tergantung kecakapan guru, ketercakupan subtansi
kurikulum dalam buku pelajaran, evaluasi
proses belajar,[1]
sumber belajar, dan media yang
kesemuanya itu memerlukan kinerja kepala sekolah dan guru dalam memanajemen
sekolah dan pembelajaran karena keberhasilan manajemen kurikulum di sekolah tidak terlepas dari manajemen sumber daya pendukungnya, diantaranya
manajemen sekolah, manajemen pemanfaatan sumber belajar, manajemen penggunaan
media pembelajaran, penggunaan strategi
dan model-model pembelajaran, pemantauan pelaksanaan pembelajaran dan manajemen
peningkataan mutu pendidikan.
Manajemen merupakan suatu proses pengelolaan sumber daya yang ada mempunyai
beberapa fungsi, yang diantara para ahli berbeda dalam pembagian dan sebutannya. Namun
bagaimanapun pembagiannya atau apapun sebutannya tetapi unsur-unsur kegiatan
tersebut tetap berkaitan satu sama lain. Pada dasarnya fungsi-fungsi tersebut
mencakup: 1) Perencanaan; 2) Pengorganisasian; 3) Penggerakan; dan 4)
Pengawasan, yang dilakukan untuk mencapai sasaran yang telah ditetapkan melalui
pemanfaatan sumber daya manusia dan sumber daya lainnya.
Manajemen merupakan hal yang penting dalam semua bidang kehidupan. Dengan manajemen, kinerja organisasi
dapat berjalan maksimal, demikian juga dalam lembaga pendidikan. Dengan
manajemen yang baik, maka sebuah institusi pendidikan akan dapat berkembang
secara optimal sebagaimana yang diharapkan. Manajemen pendidikan menjadi
titik sentral dalam mewujudkan tujuan pembangunan sumber daya manusia.
B. Rumusan Masalah
Dalam makalah ini akan membahas sumber-sumber daya pendukung keberhasilan
pelaksanaan kurikulum dengan rumusan masalah sebagai berikut:
1. Apa saja sumber daya pendukung keberhasilan pelaksanaan kurikulum?
2. Bagaimana peran kepala sekolah dalam manajemen pelaksanaan kurikulum?
3. Bagaimana pemanfaatan sumber belajar dalam pembelajaran?
4. Bagaimana memanajemen penggunaan media pembelajaran?
5. Bagaimana seharusnya kualitas kinerja guru dalam pelaksanaan kurikulum?
6. Bagaimana manajemen pemantauan pelaksanaan kurikulum?
7. Bagaimana manajemen mutu pendidikan dalam rangka pelaksanaan kurikulum?
C.
Tujuan
Penulisan
Makalah ini bertujuan
untuk mengetahuia sumber daya apa saja yang pendukung keberhasilan pelaksanaan
kurikulum, memahami peran kepala sekolah dalam manajemen pelaksanaan kurikulum,
memahami pemanfaatan sumber belajar
dalam pembelajaran, memahami manajemen penggunaan media pembelajaran, memahami kualitas kinerja guru dalam pelaksanaan
kurikulum yang seharusnya, memahami
manajemen pemantauan pelaksanaan kurikulum dan memahami manajemen mutu
pendidikan dalam rangka pelaksanaan kurikulum.
D.
Sumber
Daya Pendukung Keberhasilan Implemantasi Kurikulum
Keberhasilan
pelaksananaan kurikulum di sekolah tidak terlepas dari beberapa sumber
pendukung, diantaranya manajemen sekolah, pemanfaatan sumber belajar,
penggunaan media pembelajaran, penggunaan strategi dan model-model, kinerga
guru, pemantauan pelaksanaan pembelajaran, dan manajemen peningkatan mutu
pendidikan.[2]
1.
Manajemen
dan Kepemimpinan Sekolah/Madrasah
Dalam iklim yang kompetitif sekarang ini, sulit bagi organisasi
untuk dapat hidup dengan baik jika tidak memiliki kemampuan untuk mengubah diri
dengan cepat dan mampu berkembang seiring dengan berbagai tuntutan stakeholder.
Kondisi ini berlaku hampir pada
keseluruhan organisasi baik yang bersifat profit maupun non profit. Sekolah
atau madrasah sebagai lembaga non profit juga tidak terlepas dari fenomena itu,
itulah sebabnya dalam banyak hal lembaga pendidikan harus mengetahui berbagai
harapan dan kebutuhan stakeholder dalam seluruh kegiatan melalui apa yang
disebut dengan “komite sekolah/madrasah”.
Secara alamiah proses hidup
atau matinya suatu organisasi selalu tergantung kepda kemampuan organisasi
memenuhi harapan dan kebutuhan stakeholdernya. Demikian pula sekolah/madrasah
harus selalu mampu mengidentifikasi kebutuhan
stakeholder, namun demikian sebelum sekolah/madrasah mengidentifikasi
harapan dan kebutuhan stakeholder, sekolah/madrasah harus mampu menentukan
lebih dulu siapa-siapa yang menjadi stakeholdernya. Bahkan lebih jauh dar itu, madrasah
juga harus mampu mengidentifikasi siapa yang menjadi stakeholder
potensialnya. Kondisi ini diperlukan
karena tidak semua organisasi memiliki produk/layanan yang diberikannya.
Hasil analisis tersebut dijadikan sebagai bahan utama dalam
penyusunan visi dan misi sekolah. Itulah
sebabnya dalam penyusunan dan pembuatan visi dan misi itu sangat penting
melibatkan stakeholder baik secara langsung maupun tidak langsung.[3]
Dalam hal ini, kepala sekolah harus benar-benar memiliki kemampuan
dalam memanajemen sekolah seperti memahami kinerja mengidentifkasi dan
mengembangkan jenis-jenis input sekolah, mengembangkan proses di sekolah
(proses belajar mengajar, pengkoordinasian, pengambilan keputusan,
pemberdayaan, pemotivasian, pemantauan, supervisi, pengevaluasiaan, dan
akrediatasi). Selain itu kepala sekolah juga harus memahami bahwa dirinya mampu
menunjukkan upaya dalam meningkatkan output sekolah (kualitas, produktivitas,
efisensi, efektivitas, dan inovasi)
Kepala sekolah dalam upaya mewujudkan kinerjanya dalam majamenen
kurikulum, maka dia harus mampu memfasilitasi sekolah untuk membentuk dan
memberdayakan tim pengembang kurikulum dimana setiap satuan pendidikan harus
mampu mengembangkan kurikulum sesuai dengan kebutuhan masing-masing,
memberdayakan tenaga pendidik dan kependidikan sekolah agar mampu menyediakan
dokumen-dokumen kurikulum yang relevan dengan tuntutan dan kebutuhan siswa dan
masyarakat, memfasilitasi guru untuk menyusun silabus dan RPP, memfasilitasi
guru untuk memilih sumber belajar, memfasilitasi guru untuk memilih media
sesuai dengan materi dalam mata pelajaran, mengarahkan tenaga pendidik dan
kependidikan untuk menyusun rencana dan program pelaksanaan kurikulum,
membimbing para guru dalam mengembangkan dan memperbaiki proses belajar
mengajar.
Manajemen kurikulum merupakan subtansi manajemen yang utama di
sekolah. Prinsip dasar manajemen kurikulum ini adalah berusaha agar proses
pembelajaran dapat berjalan dengan baik, dengan tolak ukur pencapaian tujuan
oleh siswa dan mendorong guru untuk menyusun dan terus menerus
menyempurnakan strategi pembelajarannya.
Manajemen kurikulum adalah sebagai suatu sistem pengelolaan
kurikulum yang kooperatif, komprehendsif, sistemik dalam rangka mewujudkan
ketercapaian tujuan kurikulum.[4]
Keterlibatan masyarakat dalam manajemen kurikulum dimaksudkan agar dapat
memahami, membantu, dan mengontrol implementasi kurikulum sehingga lembaga
pendidikan atau sekolah selain dituntut kooperatif juga, mampu mandiri dalam
mengidentifikasi kebutuhan kurikulum, melaksanakan pembelajaran, menilai
kurikulum, mengendalikan serta melaporkan sumber dan hasil kurikulum, baik
kepada masyarakat maupun pemerintah.
Adapun siklus manajemen
kurikulum dapat dilakukan melalui empat tahap:
a.
Perencanaan,
meliputi analisis kebutuhan , merumuskan dan menjawab pertanyaan
filosofis, menentukan desain kurikulum, membuat rencana induk (master plan): pengembangan ,
pelaksanaan, dan penilaian.
b.
Tahap
pengembangan, meliputi perumusan rasional atau dasar pemikiran, perumusan
visi, misi dan tujuan, penentuan
struktur dan isi program, pemilihan dan pengorganisasian materi,
pengorganisasian kegiatan pembelajaran, pemilihan sumber daya, alat dan sarana
prasarana, dan penentuan cara mengukur hasil belajar.
c.
Tahap
implementasi, meliputi: penyusunan rencana dan program pembelajaran (Silabus,
RPP), penjabaran materi, penentuan strategi dan metode pembelajaran, penyedian
sumber alat dan sarana pembelajaran, penentuan cara dan alat penilaian proses
dan hasil belajar, dan setting lingkungan pembelajaran.
d.
Tahap
penilaian, terutama dilakukan untuk melihat sejauhmana kekuatan dan kelemahan
dari kurikulum yang dikembangkan, baik bentuk penilaian formatif maupun
sumatif. [5]
Tugas dan peranan kepala sekolah dalam mewujudkan subkompetensi
manajemen kurikulum ini dapat direfleksi oleh dirinya dari isi program
kurikulum yang didesain atau dirancang dan dikembangkan mulai dari tingkat
perencanaan, pelaksanaan, sampai dengan evaluasi kurikulum itu sendiri. [6]
Dalam hal ini dibutuhkan
sikap kepemimpinan dari seorang kepala sekolah. Empat unsur dalam
kepemimpinan kepala sekolah yaitu: Visi, Keberanian, Realita, dan etika.
Unsur pertama yang harus dimiliki kepala sekolah untuk mampu
menjadi pimpinan yang memiliki visi. Untuk memiliki visi yang baik. Kepala
sekolah harus memiliki pemikiran yang terbuka agar ia mampu menerima berbagai
hal yang mungkin saja selama ini bertentangan dengan apa yang telah
diyakininya, sehingga pengalaman tersebut akan memperkaya perspektif pandang
kepala sekolah/madrasah terhadap sesuatu.
Unsur kedua adalah keberanian. Kepala sekolah/madrasah yang
mencintai pekerjaannya harus memiliki keberanian yang tinggi. Dengan
keberaniannya, pemimpin akan dengan sukarela mengambil inisiatif untuk mencari
terobosan-terobosam yang kadang kala penuh resiko.
Unsur ketiga adalah kemampuan untuk bekerja dalam realistis. Kepala
sekolah harus mampu membedakan mana yang opini dan mana yang fakta. Kepala
sekolah harus mampu membuat sistem yang mengalirkan berbagai fakta yang ada
kepadanya, sehingga berbagai keputusan yang dibuat benar-benar menyelesaikan
masalah yang ada atau jika keputusan yang
diambil adalah keputusan yang berkaitan dengan pengembangan, maka pengembangan
tersebut bersifat prioritas dan strategis.
Unsur keempat yang harus dimiliki kepala sekolah untuk menjadi pemimpin yang tidak sekedar
pemimpin legalitas adalah memiliki kepedulian dan sensitivitas yang tinggi terhadap manusia. Dia bekerja
berdasarkan nilai-nilai kemanusiaan yang luhur. Penanaman nilai-nilai di
sekolah akan membuat lembaga lebih produktif dalam bekerja. Sebagai lembaga pendidikan,
pengimplementasian nilai-nilai di tempat kerja tidak hanya untuk meningkatkan
produktivitas saja tetapi juga untuk memperkuat esensi sekolah/madrasah sebagai
lembaga sosial yang mengemban misi
mencerdaskan dan mencerahkan masyarakat.[7]
2.
Pemanfaatan
Sumber Belajar
Pendidikan konvesional
memiliki paradigma bahwa guru adalah satu-satunya sumber belajar, sehingga
orang yang paling memiliki pengetahuan. Paradigma itu kemudian bergeser menjadi
guru lebih dahulu tahu. Namun, sekarang dengan perkembangan ilmu dan teknologi
bukan saja pengetahuan guru bisa sama dengan murid, bahkan murid bisa lebih
dulu tahu dari gurunya. Itu semua dapat terjadi akibat perkembangan media
informasi di sekitar kita sehingga pada saat ini guru bukan lagi satu-satunya
sumber belajar, melainkan guru memiliki fungsi yang lebih luas, yaitu sebagai
penyedia fasilitas belajar agar siswa mau belajar.
Sumber belajar adalah
segala sesuatu yang ada di sekitar lingkungan kegiatan belajar yang secara
fungsional dapat digunakan untuk membantu optimalisasi hasil belajar. Optimalisasi
hasil belajar ini dapat dilihat tidak hanya dari hasil belajar (output) namun
juga dilihat dari proses berupa interaksi siswa dengan berbagai macam sumber
yang dapat merangsang untuk belajar dan mempercepat pemahaman dan penguasaan
bidang ilmu yang dipelajarinya.
Perlunya
penguatan sumber daya pendukung,
terutama ketersediaan sarana yang mendukung fasilitas pembelajaran, yaitu buku
sebagai bahan ajar. Pemerintah telah menyiapkan buku pelajaran terutama buku
pelajaran untuk sekolah dasar (SD). Buku pelajaran untuk semua tema pelajaran
sudah dipersiapkan. Di samping itu, telah dipersiapkan pula buku pedoman bagi
guru-guru. Penyiapan buku bahan ajar hendaknya tetap memerhatikan
prinsip-prinsip relevansi dengan kehidupan anak. Buku hendaknya dirancang untuk
dapat mendorong inspirasi guru dalam mengembangkan bahan ajar yang relevan
dengan menghubungkan lingkungan terdekat sebagai sumber belajar. Sumber daya
pendukung untuk implementasi Kurikulum 2013 terutama adalah ketersediaan sarana
pembelajaran, baik dalam jumlah maupun mutu. Implementasi kurikulum membutuhkan
ketersediaan laboratorium, baik peralatan maupun bahan. Perlu disadari bahwa
masih banyak sekolah yang memiliki fasilitas standar minimal. Seiring dengan
implementasi kurikulum yang dilakukan secara bertahap sampai dengan tahun 2015,
diperlukan komitmen tentang kebijakan untuk mempersiapkan sarana dan fasilitas
pembelajaran utama. Komitmen kebijakan tersebut terutama harus datang dari
setiap pemerintah daerah. [8]
Implementasi
pemanfaatan sumber belajar di dalam proses pembelajaran dalam kurikulum yang
efektif adalah proses pembelajaran yang menggunakan berbagai ragam sumber
belajar. Untuk memperoleh gambaran tentang konsep diberikan materi tentang
empat konsep, konsep konkret, konsep abstrak, konsep dengan atribut kritis
abstrak, dan konsep yang berdasarkan prinsip dengan tujuan agar siswa mampu
mengenali serta mampu mengelompokkan berdasarkan informasi dan hasil pengamatan
(Diknas, 2006). Kegiatan belajar mengajar ditekankan pada aktivitas siswa dengan
melakukan pengamatan.
Adapun fungsi sumber belajar adalah sebagai berikut:
a.
Meningkatkan
produktivitas pembelajaran dengan jalan:
1) Mempercepat laju belajar dan membantu guru untuk menggunakan waktu secara
lebih baik
2) Mengurangi beban guru dalam menyajikan informasi, sehingga dapat lebih
banyak membina dan mengembangkan gairah belajar
b.
Memberikan kemungkinan
pembelajaran yang sifatnya lebih individual, dengan cara:
1) Mengurangi kontrol guru yang kaku dan tradisional
2) Memberikan kesempatan bagi siswa untuk berkembang sesuai dengan
kemampuannnya.
c.
Memberikan dasar yang
lebih ilmiah terhadap pembelajaran dengan cara:
1)
Perancangan program
pembelajaran yang lebih sistematis
2)
Pengembangan bahan
pengajaran yang dilandasi oleh penelitian.
d.
Lebih memantapkan pembelajaran,
dengan jalan:
1)
Meningkatkan kemampuan
sumber belajar
2)
Menyajian informasi dan
bahan secara lebih kongkrit.
e.
Memungkinkan belajar
secara seketika, yaitu:
1)
Mengurangi kesenjangan
antara pembelajaran yang bersifat verbal dan abstrak dengan realitas yang
sifatnya kongkrit
2)
Memberikan pengetahuan
yang sifatnya langsung.
f.
Memungkinkan penyajian
pembelajaran yang lebih luas, dengan menyajikan informasi yang mampu menembus
batas geografis.
Secara garis besarnya,
terdapat dua jenis sumber belajar yaitu:
1)
Sumber
belajar yang dirancang ( learning resources by design ),
yakni sumber belajar yang secara khusus dirancang atau dikembangkan sebagai
komponen sistem instruksional untuk memberikan fasilitas belajar yang terarah
dan bersifat formal.
2)
Sumber belajar yang
dimanfaatkan( learning resources by utilization), yaitu sumber belajar
yang tidak didesain khusus untuk keperluan pembelajaran dan keberadaannya dapat
ditemukan, diterapkan dan dimanfaatkan untuk keperluan pembelajaran.
Sumber-sumber belajar
yang siap harus segera dicatat dalam
katalog. Agar sistematis diberi kode tertentu. Sumber itu disimpan di lokasi
yang sentral agar mudah ditemukan oleh setiap pengajar. Dengan demikian bila
suatu mata pelajaran diajarkan oleh beberapa pengajar, masing-masing dapat
menggunakan sumber-sumber yang sama.[9]
3.
Penggunaan
Media Pembelajaran
Media merupakan sarana prasanan dalam pengajaran. Media merupakan
alat bantu untuk memudahkan dalam menerapkan materi dan muatan kurikulum, sehingga lebih mudah dimengerti
atau dipahami peserta didik. Pemakaian media dalam proses belajar mengajar
perlu dilaksanakan oleh pendidik agar apa yang disampaikannya dapat memiliki
makna dan arti penting bagi peserta didik.
Ketepatan memilih alat media, menurut subandiyah dalam Asrori,
merupakan tuntutan bagi seorang pendidik agar proses belajar-mengajar bisa
berjalan sebagaimana mestinya dan tujuan pengajaran atau pendidikan dapat
tercapai dengan baik. Di samping itu, penetapan media dan sarana prasarana
penilaian itu harus didasarkan pada kesesuaian bahan dengan tujuan dan
kesesuaian bahan dengan landasan psikologis belajar maupun perkembangan peserta
didik. [10]
4.
Penggunaan
Strategi dan Model-model Pembelajaran
Secara
moral berbagai persoalan yang timbul sebagai akibat dari kemajuan merupakan
tanggung jawab kalangan dunia pendidikan untuk mencari solusinya melalui
strategi pembelajaran yang efektif dan efisien. Secara sosiologis ada beberapa
strategi pembelajaran yang diperkirakan dapat mengatasi permasalahan tersebut.
Di antaranya, kalangan dunia pendidikan perlu merumuskan visinya yang jelas
terhadap penyelenggaraan pendidikan dan pengajaran.
Jika
visi tentang lulusan lembaga pendidikan telah disepakati, maka konsekuensinya
perlu dirumuskan kembali konsep kurikulum yang lebih berorientasi pada
konstruksi sosial, yaitu kurikulum yang dirancang dalam rangka melakukan
perubahan sosial. Kurikulum semacam ini dinamis, karena apa yang dirancang akan
disesuaikan dengan tuntutan perubahan
sosial. Jika pandangan kurikulum
yang bersifat integratif tersebut telah
dipilih, maka tahap selanjutnya adalah perlu diikuti oleh proses belajar
mengajar yang strateginya lebih berorientasi pada murid, siswa, atau mahasiswa.[11]
Dalam
menerapkan kurikulum, diperlukan strategi pembelajaran yang jitu agar tujuan
kurikulum tercapai. Strategi sebagai salah satu alat untuk mencapai tujuan
kurikulum tersebut. Strategi pembelajaran adalah pola umum untuk mewujudkan
proses belajar mengajar. Secara operasional srategi pembelajaran adalah
prosedur dan metode yang ditempuh oleh dosen (pengajar) untuk memberikan
kemudahan bagi siswa (peserta didik) melakukan kegiatan belajar secara aktif
dalam rangka mencapai tujuan pembelajaran. Suatu strategi pembelajaran
merupakan suatu sistem menyeluruh yang terdiri dari lima variabel, yakni tujuan
pembelajaran, materi pelajaran, metode dan tehnik mengajar, siswa/mahasiswa,
guru/tenaga kependidikan lainnya, dan logistik/unsur penunjang.
Ada
beberapa jenis strategi pembelajaran yang dapat ditawarakan sebagai pilihan
dalam merancang strategi pembelajaran yang selanjutnya dituangkan dalam
kurikulum yang terdiri dari:
a.
Latihan
dan praktik yang bertujuan membantu mahasiswa peserta didik untuk menguasai
keterampilan secara tepat serta prilaku yang cepat dan otomatik.
b.
Sinektik
yang bertujuan untuk menciptakan kelas menjadi masyarakat intelektual yang
memberikan kesempatan kepada peserta didik untuk mengembangkan prilaku kreatif.
c.
Yurisprudential
yang bertujuan membantu peserta didik memiliki pendirian yang mantap mengenai
masalah-masalah sosial politik.
d.
Diskoveri-inkuiri
yakni suatu prosedur yang meitikberatkan
pada belajar individual, manipulasi objek-objek
eksperimen, dan pengambilan kesimpulan.
e.
Modifikasi
tingkah laku yang bertujuan untuk mengubah tingkah laku dengan cara
menempatkannya dalam kondisi yang terkontrol dan kemudian dimanipulasi.
f.
Paket
kegiatan belajar yang berasaskan akuntabilitas, kesadaran siswa, belajar indi,
vidual, dan menyediakan variasi-variasi, visual, cara-cara belajar dan waktu
belajar.
g.
Pembelajaran
kelompok kecil melalui teknik klinis, menitikberatkan kepada tanggungjawab
belajar pada diri peserta didik sedangkan pengajar bertindak sebagai nara
sumber.
h.
Pembelajaran
berprogram yakni suatu pembelajaran dimana peserta didik belajar sendiri untuk
mencapai tujuan tingkah laku berdasarkan materi pelajaran yang telah disiapkan
sebelumnya.
i.
Pengajaran
dengan contoh yang dilaksanakan dalam bentuk demonstrasi, ilustrasi, dan
modelling.
j.
Simulasi
yang berorientasi pada tujuan-tujuan tingkah laku dan dilaksanakan dalam bentuk
latihan simulasi untuk mengembangkan keterampilan produktif dan keterampilan reproduktif.
Strategi ini dilaksanakan dalam bentuk permainan simulasi, studi kasus, bermain
peran.[12]
Metode-metode
mengajar secara garis besar dapat dibedakan dalam dua kelompok, yaitu
pembelajaran terori dan pembelajaran praktik. Pembelajaran teori dibedakan pula
antara pembelajaran ekspositori, seperti ceramah, tanya jawab, dan demontrasi.
Pembelajaran kelompok seperti: diskusi, diskusi panel, kerja kelompok,
simulasi, bermain peran, dan seminar, dan pembelajaran berbuat, seperti:
esperimen, pengamatan, penelitian sederhana, dan pemecahan masalah.
Adapun
pembelajaran praktik dapat dibedakan antara pembelajaran praktik di sekolah dan
praktik di lingkungan kerja. Pembelajaran praktik berkenaan dengan pengembangan
kompetensi vokasional dan keterampilan psikomotorik di luar keterampilan
intelektual. Sesungguhnya pembelajaran berbuat juga sudah merupakan
pembelajaran praktik, tetapi lebih berfokus pada praktik aplikasi dari
penguasaan keterampilan intelektual, walaupun aplikasi keterampulan sosial dan
fisik-motorik juga terkait.[13]
5.
Kualitas
Kinerja Guru dalam Implementasi Kurikulum
Guru mempunyai peranan yang penting
dalam implementasi kurikulum. Peran guru tersebut terutama dalam menjadikan
kurikulum sebagai sesuatu yang aktual (actual curriculum) dalam kegiatan
pembelajaran. Altirchter (2005:9) menyebutkan tiga faktor penting dari guru
sebagai faktor-faktor yang membatasi implementasi kurikulum, yaitu (1) competencies
andattitude; (2) decision-making participation; and (3) quality
of collegial relationship. Ketiga faktor yang dikemukakan Altirchter tersebut
menunjuk pada kompetensi, baik kompetensi profesional, kompetensi pedagogik,
kompetensi kepribadian maupun kompetensi sosial. Partisipasi dalam pengambilan
keputusan menunjuk pada kemampuan partisipatif guru dalam pengambilan
keputusan, baik pengembangan kurikulum maupun pembelajaran. Demikian juga
dengan kualitas hubungan kolegial di sekolah dengan sesama guru. Kualitas
hubungan kolegial tersebut penting untuk memperkuat kemampuan parsisipatif
guru.Bennie & Newstead (2005:4) menyebutkan bahwa teachers’ content
knowledge merupakan salah satu faktor rintangan dalam implementasi
kurikulum baru. Melalui penelitian yang mereka lakukan, ditemukan bahwa teacher
content knowledge does influence classroom instruction and the richness of
learners’ mathematical experiences.
Hasil penelitian ini memperkuat
proposisi mengenai peran pengetahuan konseptual guru yang melandasi bahan ajar.
Guru sudah harus memiliki pengetahuan konseptual yang kuat, baik konten bidang
studi maupun pengetahuan konseptual pedogogik dan pembelajaran. Penguasan
konten pedagogik dan keilmuan bidang studi akan memperkuat kemampuan guru dalam
mengembangkan silabus, bahan ajar, dan pendekatan-pendekatan metodologis
pembelajaran. Pengembangan kemampuan guru untuk implementasi kurikulum baru
memerlukan suatu manajemen kuat dan baik yang mencakup pengembangan kompetensi,
baik kompetensi profesional, pedagogik, kepribadian maupun sosial. Terdapat
beberapa aspek yang memerlukan tata kelola atau manajemen yang baik, yaitu
perencanaan dalam pembinaan dan pengembangan kompetensi, pemanfaatan dan
pendayagunaan, monitoring dan evaluasi, serta manajemen sistem pendukung baik
regulasi, sarana dan prasarana, maupun dukungan finansial.[14]
Jujur harus dikatakan bahwa proses pembelajaran dan pembetukan karakter
akan menghasilkan manfaat besar jika didasarkan pada bimbingan wahyu Tuhan.
Sebab rasio manusisa bukan nomor satu tapi nomor dua setelah wahyu. Di sisi
lain juga harus meniscayakan cara – cara pembelajaran yang penuh kelembutan,
kasih sayang, kedekatan dan sikap – sikap yang simpatik, karena itu factor
sosio-geografis sangat berpengaruh dalam situasi pembelajaran.
a. Menjadi Guru Yang Berkualitas
1) Guru harus memiliki profesionalisme di bidangnya.
2) Guru harus mempersiapkan bahan ajar
3) Guru harus dapat menyampaikan materi dengan jelas.
4) Guru harus dapat mengelola kelas
5) Guru harus melakukan evaluasi
6) Guru harus dapat berhubungan baik dengan orang tua siswa.
b. Kriteria Guru
Berkualitas:
1) Selalu punya energi
untuk siswanya.
2) Punya tujuan jelas
untuk Pelajaran
3) Punya
keterampilan mendisiplinkan yang efektif.
4) Punya keterampilan
manajemen kelas yang
5) Bisa berkomunikasi
yang Baik dengan Orang Tua
6) Punya harapan yang
tinggi pada
7) Pengetahuan tentang
Kurikulum.[15]
Menurut Nata, secara garis besar ada
tiga ciri-ciri profesionalisme seorang
guru, yaitu:
a.
Seorang
guru yang profesional harus menguasai bidang ilmu pengetahuan yang akan
diajarkannya baik. Ia benar-benar
seorang ahli dalam bidang ilmu yang diajarkannya. Selanjutnya karena
pengetahuan apa pun selalu mengalami pekembangan, maka seorang guru profesional
juga harus terus-menerus meningkatkan dan mengembangkan ilmu yang diajarkan,
sehingga mereka tidak ketinggalan zaman.
Untuk dapat melakukan peningkatan dan pengembangan ilmu yang diajarkannya itu,
seorang guru dengan menggunakan berbagai
macam metode.
b.
Seorang
guru profesional harus memiliki kemampuan menyampaikan atau mengajarkan ilmu
yang dimilikinya (transfer of knowlede) kepada murid-muridnya secara
efektif dan efisien. Untuk ini, seorang guru harus memiliki ilmu keguruan.
c.
Seorang
guru yang profesional harus berpegang teguh kepda kode etik profesional. Kode
etik disini lebih dikhususkan lagi tekanannya, pada perlunya memiliki akhlak
yang mulia. Dengan akhlak yang demikian, maka seorang gutu akan dijadikan
panutan, contoh, dan teladan. Dengan demikian ilmu yang diajarkan atau nasihat
yang diberikannya kepada para siswa akan didengarkannya dan dilaksanakannya
dengan baik. Imam al-ghazali mengatakan
bahwa seorang guru yang menyampaikan ilmu pengetahuan harus berhati bersih, berbuat
dan bersikap yang terpuji. Lebih lanjut
al-Ghazali mengatakan bahwa guru harus bersikap sebagai pengayom, berkasih
sayang terhadap murid-muridnya, dan hendaknya memperlakukan mereka seperti anak
sendiri. Guru harus selalu megontrol, menasihati, memberikan pesan-pesan moral
tentang ilmu dan masa depan anak didiknya dan tidak membeiarkan mereka
melanjutkan pelajarannya kepda yang lebih tinggi sebelum menguasai pelajaran
sebelumnya dan memiliki akhlak yang mulia. Keseimbangan perkembangan keilmuan
(akal) dan akhlak (budi pekerti) merupakan hal yang harus selalu dikontrol oleh
guru.[16]
Pekerjaan professional dapat
diselenggarakan dengan baik dan berhasil jika guru memiliki kemampuan-kemampuan
yang sesuai dengan tuntutan tugas dan perannya. Pengertian kemampuan
(competency) Jhonson dalam hal ini merumuskan sebagai berikut:
A competency as rational performance which satifactory meets the
objectives for a desired condition. Rational berarti si pelaku mempunyai arah dan tujuan tertentu
setelah melalui berbagai pertimbangan. Performance berarti tingkah laku, baik yang dapat diamati maupun
yang tidak dapat diamati. Satifactorily berarti kemampuan itu kuat dan
memadai untuk mencapai tujuan. Objectives berarti sesuatu yang
menunjukkan pada hasil-hasil yang diharapkan. A desired condition
berarti keadaan dimana tingkah laku itu diinginkan.
Keberhasilan pelaksanaan tugas dan
peranan guru banyak ditentukan oleh faktor kemampuan yang dimilikinya. Karena
itu, guru harus mampu melaksanakan tanggung jawab untuk mengembangkan kognitif
siswa, yang berkenaan dengan perkembangan intelektual, tanggung jawab
mengembangkan hubungan sosial para siswa dan tanggung jawab mengembangkan aspek
kepribadian siswa khususnya yang berkenaan dengan perkembangan emosional. Pelaksanaan tanggung jawab ini membutuhkan
kemampuan profesional yakni yang berkenaan dengan kemampuan dalam proses
belajar-mengajar. Kemampuan sosial
dengan para siswa, dan kemampuan ini penting maknanya kepribadian terutama aspek sikap dan nilai,
yang berfungsi membantu pelaksanaan
pengajaran, bahkan merupakan salah satu komponen dalam kemampuan profesional
itu.[17]
6.
Pemantauan
Pelaksanaan Kurikulum
Pelaksanaan kurikulum di sekolah perlu dipantau untuk mengetahui
tingkat fektivitasnya. Kurikulum perlu dipantau supaya pelaksanaannya tidak
keluar jalur. Untuk itu seorang ahli
dalam kurikulum haruslah memantau kurikulum mulai dari menyusun perencanaan sampai
kepada membuat instrumen pemantauan, dan
mengevaluasinya. Pemantau kurikulum
harus objektif, karena objektivitas akan menentukan penilaian dan perbaikan
selanjutnya. Pemantauan kurikulum memiliki peranan yang cukup penting dalam
perbaikan kurikulum selanjutnya, agar lebih sempurna dan berjalan di rel yang
sesuai.
Sistem pemantauan kurikulum adalah suatu sistem pengumpulan dan
penerimaan informasi berdasarkan data yang tepat, akurat, dan lengkap tentang
pelaksanaan kurikulum yang dilaksanakan dengan langkah-langkah yang tepat dalam
jangka waktu tertentu oleh pemantau yang ahli dan berpengalaman untuk mengatasi
permasalahan yang timbul dalam kurikulum.
Adapun tujuan pemantauan kurikulum secara umum adalah untuk
mempercepat pengumpulan dan penerimaan informasi yang diperlukan untuk
pengambilan dalam mengatasi permasalahan pemantauan kurikulum. Secara khusus
pemantauan kurikulum bertujuan untuk: memberikan umpan balik bagi kebutuhan
program pendidikan, bagi ketercapaian tujuan kurikulum, bagi metode perencanaan,
bagi sistem penilaian kurikulum, dan memberikan bahan kajian untuk membatasi
masalah-masalah dana hambatan yang dihadapi di lapangan.
Sasaran di dalam kegiatan pemantauan
atau monitoring ini lebih dipusatkan
pada pemantauan terhadap kelancaran proses pelaksanaan kurikulum serta sarana
yang diperlukan di dalam kegiatan pelaksanaan tersebut. Segi hasil belajar
murid tidak menjadi sasaran utama di dalam kegiatan monitoring ini.
Untuk mengumpulkan keterangan di
dalam pelaksanaan monitoring tersebut dapat digunakan wawancara, observasi
maupun angket untuk para pelaksana. Monitoring dilakukan pada tahun-tahun
permulaan dilaksanakanna kurikulum baru di sekolah-sekolah, dimana kegiatan ini
dilakukan oleh pihak pengembang kurikulum untuk mengambil tindakan guna
memperlancar penyebaran dan pelaksanaan kurikulum di sekolah-sekolah
Hal-hal
yang dijadikan sebagai sasaran pemantauan adalah:
a.
Persiapan
pelaksanaan kurikulum yang meliputi lahan, kegiatan dan prasarana, tenaga,
jadwal dan waktu, biaya, dan unsur penunjang lainnya.
b.
Pelaksanaan
kurikulum yang terdiri dari program kegiatan, metode/prosedur, diklat, media
pendidikan, bimbingan dan pelayanan, penilaian, permasalahan, dan hambatan,
sumber-sumber materi ajaran serta penggunaan lainnya.
c.
Hasil
pelaksanaan kurikulum atau hasil diklat, yang terdiri dari jumlah lulusan dan
kualitas lulusan dan produktivitas serta dampak program pendidikan.
d.
Tindak
lanjut pemanfaatan diklat, yang terdiri dari penempatan dan penyebarluasan
lulusan, bidang tugas lokasi, pada lembaga apa, siapa pembina/pengawasnya,
tempat tinggalnya, respon masyarakat dan lain-lain.[18]
Cara pelaksanaan pemantauan
(monitoring) terhadap kurikulum dapat dilakukan melalui dua cara yaitu cara
langsung dan tidak langsung. Kedua cara tersebut dilakukan dengan seperangkat
kegiatan monitoring yang sama yaitu kegiatan ang berkaitan dengan mengumpulkan,
mencatat, mengolah informasi dan pelaksanaan suatu proyek; kemudian dituangkan
dalam suatu laporan monitoring.
a. Pemantaun Langsung
Pengertian pemantauan langsung
adalah pemantauan yang dilakukan dengan cara mengunjungi lokasi proyek. Memantau pelaksanaan pembelajaran adalah kegiatan monitoring yang
menyertakan proses pengumpulan, penganalisisan, pencatatan, pelaporan, dan
penggunaan informasi manajemen tentang pelaksanaan kegiatan pembelajaran. Fokus
kegiatan memantau pelaksanaan pembelajaran ada pada kegiatan dan tingkat
capaian dari perencanaan pembelajaran yang telah dibuat berdasarkan tujuan yang
telah ditetapkan. Kegiatan pemantauan pelaksanaan pembelajaran berkaitan dengan
penilaian terhadap pelaksanaan kegiatan pembelajaran dan pengidentifikasian
tindakan untuk memperbaiki kekurangan dalam kegiatan pembelajaran yang
dilaksanakan.[19]
Dengan cara
demikian petugas monitoring dapat secara bebas mengumpulkan informasi ang
diperlukan. Agar pengumpulan informasi dapat berjalan secara efesien maka
diperlukan strategi pengumpulan data yaitu;
1)
Mempersiapkan instrument pengumpulan
data ; misalnya dengan menyiapkan daftar isi.
2)
Menggali informasi pada orang-orang
penting yang memegang posisi dalam pelaksanaan kurikulum tersebut.
3)
Melakukan pemantauan langsung ke
lapangan dan petugas monitoring dapat mencatat informasi yang diperlukan sesuai
dengan kehendaknya (sesuai dengan tujuan monitoring).
Contoh daftar isi
Komponen
|
Segi yang dipantau
|
Komentar
hasil pemantauan
|
1. Tujuan
|
a.
Pelaksanaan
1.Apakah
pelaksanaan kurikulum berjalan dengan baik?
2.Apakah
sarana pelaksanaan kurikulum sudah ada?
b.
Relevansi
1.Apakah
pelaksanaan kurikulum sesuai dengan relevan dengan kebutuhan masyarakat?
2.Apakah
serasi dengan kebutuhan masyarakat?
|
Berdasarkan pembahasan diatas
pemakalah menganalisa tentu saja dalam pelaksanaan monitoring secara langsung
ini terdaapat kelebihan dan kelemahannya, kelebihan cara ini diantaranya
sebagai berikut;
1)
Didapatkan data yang sesuai dengan
yang dimaksudkan.
2)
Data yang dikumpulakan adalah data
yang relative lebih akurat karena data dikumpulkan sendiri oleh petugas
monitoring dan merupakan data primer.
3)
Dengan cara langsung ini petugas
bukan saja mengumpulan data tetapi juga dapat memberikan saran-saran bila tidak
sesuai dengan apa yang direncanakan.
Sedangkan kelemahan dari cara
monitoring langsung ini antara kain dapat disebutkan ;
1)
Memerlukan biaya yang relative besar
karena bukan saja factor jarak (tranformasi) tetapi juga untuk mengirim petugas
monitoring ke lokasi.
2)
Memerlukan ketelitian yang lebih,
sebab dengan wawancara langsung, seringkali hasilnya tidak sesuai bila petugas
monitoring tidak pandai-pandai mengali data yang baikdan benar.
b. Pemantauan Tidak Langsung.
Cara ini menghendaki petugas
monitoring tidak perlu terjun langsung ke lokasi; tetapi penggalian data
dilakukan dengan cara mengirim seperangkat daftar isian untuk diisi oleh orang
lain di lokasi penelitian. Cara tidak langsung ini juga dapat dilakukan dengan
mengumpulkan data melalui laporan-laporan yang dibuat pimpinan pemantau.
7.
Manajemen
Peningkatan Mutu Pendidikan
Beragamnya kebutuhan siswa dalam belajar, kebutuhan guru dalam
melakukan pembelajaran dan staf lain dalam pengembangan profesionalnya,
berbedanya lingkungan sekolah satu dengan lainnya dan ditambah dengan harapan
orang tua/masyarakat akan pendidikan yang bermutu bagi anak dan tuntutan
stakeholder. Untuk memperoleh tenaga bermutu, berdampak pada keharusan bagi setiap
individu, terutama pimpinan lembaga pendidikan harus mampu merespons dan
mengapresiasikan kondisi tersebut di dalam proses pengambilan keputusan.
Manajemen peningkatan mutu
berbasis sekolah merupakan pendekatan yang menekankan pada
kemandirian dan kreativitas
sekolah/satuan pendidikan. Beberapa
indikator yang menunjukkan karakter dari konsep manajemen, antara lain: a.
Lingkungan sekolah yang aman, nyaman, dan tertib, b. Sekolah memiliki visi, misi dan target mutu yang ingin
dicapai, c. Sekolah memiliki manajerial yang kuat, d, adanya harapan yang tinggi dari personal
sekolah untuk berprestasi, e. Adanya pengembangan staf sekolah yang terus
–menerus sesuai dengan kebutuhan dan
IPTEK, f. Adanya pelaksanaan evaluasi untuk penyempurnaan dan perbaikan mutu,
dan g. Adanya komunikasi dan dukungan intensif dari orang tua/masyarakat.
Pengembangan konsep manajemen
ini didesain untuk meningkatkan kemampuan sekolah dan masyarakat dalam mengelola perubahan
pendidikan kaitannya dengan tujuan keseluruhan, kebijakan, strategi
perencanaan, inisiatif kurikulum yang telah ditentukan oleh pemerintah, dan
otoritas pendidikan. Dalam
mengimplementasikan konsep ini, sekolah hendaknya memiliki tanggung jawab untuk
mengelola dirinya berkaitan dengan permasalahan administrasi, keuangan, dan
fungsi setiap personel sekolah di dalam kerangka arah dan kebijakan yang telah dirumuskan oleh
pemerintah.
Ada empat hal yang berkaitan dengan prinsip-prinsip total
quality management, yaitu: perhatian harus ditekankan kepada proses secara
terus-menerus mengumandangkan peningkatan mutu, kualitas mutu harus ditentukan
oleh pengguna jasa sekolah, prestasi harus diperoleh melalui pemahaman visi
bukan dengan pemaksaan aturan, sekolah harus menghasilkan siswa yang memiliki
ilmu pengetahuan, sikap, keterampilan, karakter dan memiliki kematangan
emosional. Sistem kompetisi tersebut
akan mendorong sekolah untuk terus meningkatkan diri, sedangkan penghargaan
akan dapat memberikan motivasi dan meningkatkan kepercayaan diri setiap
personel sekolah, khususnya siswa.
Peningkatan mutu
pendidikan bagi sebuah lembaga pendidikan saat ini merupakan prioritas utama. Hal
ini bagian terpenting dalam membangun pendidikan yang berkelanjutan. Menurut
Hensler dan brunell dalam (Husaini Usman) ada empat prinsip utama dalam
manajemen mutu pendidikan, yaitu sebagai berikut :
a.
Prinsip Pelanggan. Mutu tidak hanya bermakna kesesuaian dengan
spesifikasi-spesifikasi tertentu, tetapi mutu tersebut ditentukan oleh
pelanggan.
b.
Respek Terhadap Setiap Orang. Dalam sekolah yang bermutu kelas dunia,
setiap orang di sekolah dipandang memiliki potensi.
c.
Manajemen Berdasarkan Fakta. Sekolah kelas dunia berorientasi pada fakta,
maksudnya setiap keputusan selalu didasarkan pada fakta, bukan pada perasaan (feeling) atau ingatan semata.
d. Perbaikan Terus-menerus. Agar dapat sukses setiap sekolah perlu melakukan
proses sistematis dalam melaksanakan perbaikan berkesinambungan.[20]
Sedangkan menurut Aan Komariah bahwa prinsip-prinsip mutu pendidikan penerapannya
sebagai berikut:
a.
Penerapan khusus
prinsip pertama orientasi pada pelanggan.
b.
Penerapan khusus
prinsip kedua Kepemimpinan.
c.
Penerapan khusus
prinsip ketiga keterlibatan orang-orang.
d.
Penerapan khusus
prinsip keempat pendekatan proses.
e.
Penerapan khusus prinsip
kelima menggunakan pendekatan sistem pada manajemen.
f.
Penerapan khusus
prinsip keenam perbaikan secara berkelanjutan.
g.
Penerapan khusus
prinsip ketujuh pendekatan aktual dalam pembuatan keputusan.
h.
Penerapan khusus
prinsip kedelapan hubungan yang saling menguntungkan dengan supplier.[21]
Jadi, sekolah harus mengontrol semua sumber daya termasuk sumber
daya manusia yang ada, dan lebih lanjut harus menggunakan secara lebih efisien
sumber daya tersebut untuk hal-hal yang bermanfaat bagi peningkatan mutu khususnya.
Sementara itu, kebijakan makro yang dirumuskan oleh pemerintah atau otoritas
pendidikan lainnya masih diperlukan dalam rangka menjamin tujuan-tujuan yang
bersifat nasional dan akuntabilitas yang berlingkup nasional.[22]
E.
Penutup
Kurikulum merupakan suatu perencanaan untuk mendapatkan keluaran
(out- comes) yang diharapkan dari suatu pembelajaran. Perencanaan tersebut
disusun secara terstruktur untuk suatu bidang studi, sehingga memberikan
pedoman dan instruksi untuk mengembangkan strategi pembelajaran. Materi didalam
kurikulum harus diorganisasikan dengan baik agar sasaran (goals) dan tujuan
(objectives) pendidikan yang telah ditetapkan dapat tercapai. Keberhasilan pencapaian tujuan kurikulum ditentukan oleh banyak
faktor sehingga kurikulum tersebut benar-benar dapat terlaksanakan dengan baik.
Peran kepala sekolah sebagai pemimpin di sekolah dalam memanajemen sekolah
sangatlah menjadi pintu pertama dalam pengambilan kebijakan di sekolah, selanjutnya
pemanfaatan sumber belajar semaksimal mungkin, menggunakan media belajar baik
media modern tradisional maupun modern yang tujuannya untuk mempermudah dalam
menangkap pesan/isi pelajaran. Dalam hal ini tentu kualitas guru sangat
diperlukan. Guru memainkan peran besar dalam usaha melaksanakan kurikulum
secara operasional melalui pengajaran materi pembelajaran untuk mencapai tujuan
kurikulum. Selain itu, untuk mengetahui keberhasilan dalam pelaksaanaan
kurikulum, harus dilakukan pemantauan dan evaluasi kurikulum. Apakah kurikulum
yang telah dilaksanakan berjalan dengan baik. Apabila didapati kekurangan maka
perlu perbaikan-perbaikan kurikulum dan usaha-usaha lain untuk meningkatkan
mutu pendidikan di sebuah instansi/lembaga pendidikan.
DAFTAR PUSTAKA
Abuddin
Nata, Manajemen Pendidikan: Mengatasi Kelemahan Pendidikan Islam di
Indonesia, Jakarta: Penerbit Kencana, Cet. Ke-5, 2012.
Aan
Komariah, Manajemen Pendidikan, Bandung:
Alfabeta, 2009
Deitje Adolfien
Katuuk, Manajemen Implementasi
Kurikulum: Strategi Penguatan Implementasi Kurikulum 2013, Cakrawala
Pendidikan, Februari 2014, Th. XXXIII, No. 1
Forum
Mangunwijaya, Kurikulum yang
Mencerdaskan: Visi 2030 dan Pendidikan Alternatif, Jakarta: PT. Kompas
Media Nusantara.
Husaini
Usman, Manajemen, Jakarta: Bumi Aksara, 2011
Muhaimin
dkk, Manajemen Pendidikan Aplikasi dalam Menyusun Rencana Pengembangan
Sekolah, Jakarta: Penerbit Kencana, Cet. Ke 4, 2012.
Mohammad
Asrori, Pengembangan Kurikulum Bahasa Arab di Pesantren, Malang: UIN Maliki
Press, 2013.
Nasution,
Kurikulum & Pengajaran, Jakarta: Bumi Aksara, cet. Ke-7, 2012.
Nana
Syaodih Sukmadinata dan Erliana Syaodih, Kurikulum & Pembelajaran
Kompetensi, Bandung: PT Refika Aditama.
Oemar
Hamalik, Manajemen Pengembangan Kurikulum, Bandung: PT Remaja
Rosdakakarya, cet.ke-5, 2012.
Rusman,
Manajemen Kurikulum, Jakarta: Rajawali Press, 2009.
[1] Forum
Mangunwijaya, Kurikulum yang Mencerdaskan: Visi 2030 dan Pendidikan
Alternatif, Jakarta: PT. Kompas Media Nusantara, Hal. 38
[2] Rusman, Manajemen
Kurikulum, Jakarta: Rajawali Press, 2009, Hal. 121
[3] Muhaimin
dkk, Manajemen Pendidikan Aplikasi dalam Menyusun Rencana Pengembangan
Sekolah, Jakarta: Penerbit Kencana, Cet. Ke 4, 2012, Hal. 23-24
[4] Rusman, Op.
Cit., Hal Hal. 3.
[5] Rusman,
Ibid., Hal. 128
[6] Ibid,
Hal. 12
[7] Muhaimin
dkk, op. Cit., Hal. 31-32
[8]
Deitje
Adolfien Katuuk, Manajemen
Implementasi Kurikulum: Strategi Penguatan Implementasi Kurikulum 2013,
Cakrawala Pendidikan, Februari 2014,
Th. XXXIII, No. 1Hal. 24
[9]
Nasution, Kurikulum & Pengajaran, Jakarta: Bumi Aksara, cet. Ke-7,
2012, Hal. 86
[10]Mohammad
Asrori, Pengembangan Kurikulum Bahasa Arab di Pesantren, Malang: UIN
Maliki Press, 2013, Hal. 246-247.
[11] Abuddin
nata, Op. Cit., Hal. 101
[12] Oemar
Hamalik, Manajemen Pengembangan Kurikulum, Bandung: PT Remaja
Rosdakakarya, cet.ke-5, 2012, Hal. 163
[13] Nana
Syaodih Sukmadinata dan Erliana Syaodih, Kurikulum & Pembelajaran
Kompetensi, Bandung: PT Refika Aditama, 2012, Hal. 168
[14] Deitje Adolfien Katuuk. Op.
Cit. Hal. 18-19
[15]
Apriliakartiana.sumber daya pendukung keberhasilan kurikulum.http://apriliakartiana.blogspot.com
[16] Abuddin
Nata, Manajemen Pendidikan: Mengatasi Kelemahan Pendidikan Islam di
Indonesia, Jakarta: Penerbit Kencana, Cet. Ke-5, 2012, Hal. 163-164.
[17] Oemar
Hamalik, Op. Cit, Hal. 198-199
[18] Oemar
Hamalik, manajemen Pengembangan Kurikulum, Bandung: PT Remaja
Rosdakarya, cet. Ke-5, 2012, Hal. 219-221
[19] Rusman,
Manajemen...., h. 163.
[20] Usman Husaini,
Manajeman.Jakart: Bumi Aksara , 2011,
hlm. 572-573
[21] Aan Komariah, Manajemen Pendidikan. Bandung:
Alfabeta, 2009, h. 298
[22] Rusman,
Op. Cit. Hal. 553-554
No comments:
Post a Comment